Kamis, 30 Desember 2010

PERBEDAAN MONOGAMI dan POLIGAMI SERTA DAMPAK NYA TERHADAPA PERKEMBANGAN ANAK

Perbedaaan Monogami dan Poligami

Poligami, diterjemahkan secara harfiah dalam bahasa Yunani Akhir sebagai "sering menikah" adalah bentuk perkawinan di mana seseorang memiliki lebih dari satu pasangan pada waktu yang sama. Ketika seorang pria memiliki lebih dari satu istri, hubungan ini disebut poligami , dan ketika seorang wanita memiliki lebih dari satu suami, hal itu disebut poliandri . Jika perkawinan mencakup beberapa suami dan istri, itu bisa disebut perkawinan kelompok .  Istilah ini digunakan dengan cara yang terkait dalam antropologi sosial , sosiobiologi , sosiologi , serta dalam pidato populer. Dalam antropologi sosial, poligami adalah praktek seseorang yang membuat dirinya tersedia untuk dua atau lebih pasangan untuk kawin.
Poligami ada dalam tiga bentuk :
poligami - di mana seorang pria memiliki istri simultan;
poliandri - di mana seorang wanita memiliki suami simultan, atau
perkawinan kelompok - di mana unit keluarga ini terdiri dari beberapa suami dan banyak istri. Secara historis, ketiga praktek telah ditemukan, tetapi poligami sejauh ini yang paling umum. Kebingungan muncul ketika istilah yang luas "poligami" digunakan ketika sebuah bentuk spesifik dari poligami yang dirujuk. Selain itu, negara yang berbeda mungkin atau mungkin tidak mencakup semua bentuk poligami dalam undang-undang mereka. Sebaliknya, Monogami mengacu pada bentuk perkawinan di mana seorang individu hanya memiliki satu pasangan pada satu waktu. Namun, monogami juga dapat merujuk kepada keadaan yang lebih umum hanya memiliki satu pasangan pada satu waktu.


Dampak poligami atau monogamy terhadap perkembangan anak

Suami boleh menikahi dua orang wanita atau lebih asal sesuai dengan ketentuan dan syarat-syarat yang telah ditentukan. Misalnya, seperti yang disampaikan oleh seorang psikiater yaitu Kusmaidy, bahwa seorang suami yang berniat melakukan poligami harus memenuhi syarat fisik dan psikis, dalam dua kebutuhan itu, seorang laki-laki dituntut untuk berlaku adil. Persiapan psikis sangat penting, terutama jika di dalam di dalam pernikahan  suami sebelumnya terdapat anak-anak. Anak-anak dapat merasakan setelah pernikahan kedua terjadi, apakah ibunya dapat dengan besar hati menerima orang baru masuk ke dalam kehidupan mereka. Jangan sampai keputusan yang diambil menyimpan bara dalam sekam, ujungnya yang terjadi adalah ketidak bahagiaan bagi istri dan korban utama yang paling menderita adalah anak. Seorang ibu merupakan pengembang utama bagi pendidikan anak. Bagaimana mungkin seorang ibu yang tidak bahagia (unhappy mother ) bisa memberikan kebahagiaan bagi anak-anaknya. Yang akhirnya hal tersebut bisa menjadi bumerang bagi keutuhan perkembangan jiwa anak.  Poligami yang tidak sesuai dengan hukum syar’i akan menciptakan hubungan yang tidak sehat dalam keluarga, hal tersebut akan menjadi faktor rusaknya lembaga perkawinan yang merupakan pukulan dan dapat menghancurkan mental anak yang tidak berdosa, sebab poligami akan merampas perlindungan dan ketentraman anak yang masih berjiwa bersih. Dalam kehidupan rumah tangga, banyak hal yang akan memberikan dampak negatif terhadap kehidupan keluarga, keluarga yang anggotanya mengalami konflik intra pribadi akan sulit untuk berkembang menjadi suatu keluarga yang harmonis dan bahagia. Dimana anggota keluarga yang berada dalam situasi konflik, akan berkembang menjadi pribadi yang mendapat gangguan psikologis sehingga berpengaruh pada perilakunya. Dalam keadaan lebih buruk, keadaan konflik dapat mengakibatkan kehancuran keluarga.
Pengaruh yang paling besar adalah pengaruh terhadap perkembangan anak dan masa depannya. Dalam suasana yang tidak harmonis akan sulit terjadi proses pendidikan yang baik dan efektif, anak yang dibesarkan dalam suasana seperti itu tidak akan memperoleh pendidikan yang baik sehingga perkembangan kepribadian anak mengarah kepada wujud pribadi yang kurang baik. Akibat negatifnya sudah dapat diperkirakan yaitu anak tidak betah dirumah, hilangnya tokoh idola, kehilangan kepercayaan diri, berkembangnya sikap agresif dan permusuhan serta bentuk-bentuk kelainan lainnya. Keadaan itu akan makin diperparah apabila anak masuk dalam lingkungan yang kurang menunjang. Besar kemungkinan pada gilirannya akan merembes ke dalam kehidupan masyarakat yang lebih luas lagi. Alangkah bahagia dan indahnya apabila semua orang tua bisa mendidik anaknya dengan baik serta membentuknya menjadi pribadi yang shaleh, tentunya pertama kali yang mesti mereka terapkan adalah memperbaiki perilakunya sendiri dalam keluarganya. Jadi, jika seorang ayah tidak dapat menjamin akan dapat berlaku adil maka ia harus mengubur niatnya untuk berpoligami dan mulai memikirkan cara untuk memperbaiki keadaan keluarga dan perkembangan psikologi anak yang tak berdosa yang bisa menjadi korban dari kerusakan atau penyelewengan moral akibat tatanan keluarga yang tak utuh. Dimana keadaan keluarga sangat mempengaruhi perjalanan hidup dan masa depan anak karena lingkungan keluarga merupakan arena dimana anak-anak mendapatkan pendidikan pertama, baik rohani maupun jasmani.
Oleh karena itu saya sendiri menyimpulkan, bahwa sebaik nya lebih baik kita memilih untuk menjalani monogamy saja daripada poligami. Karena apabila tidak ada kesiapan yang matang apabila ada niat untuk berpoligami, dampak nya akan sangat besar sekali terhadap tumbuh kembang anak nanti nya. Karena di dalam pola monogamy, hanya terdapat satu orang ibu dan satu orang ayah dengan anak-anak kandung nya. Hal ini tidak akan serumit apabila mengikuti pola poligami, yang harus berbagi kasih sayang yang merata dan adil kepada anggota-anggota keluarga nya. Sehingga dalam monogamy, anak cenderung bisa mendapatkan perhatian yang full, dan tidak ada rasa cemburu, atau iri terhadap saudara yang bukan dari satu ayah atau ibu nya.

NAMA  : Jacky Manjaga Sitinjak
KELAS : 1 KA 30
NPM     : 13110695